Oleh: Aisyah Dhini
Habib AbduLLooh bin
Alwi bin Muchammad Al Haddad menjelaskan bahwa
termasuk diantara hal-hal yang menyelamatkan manusia adalah rasa tawakkal, cinta dan ridho kepada Alloh.
Tawakkal kepada Allooh
Asal tawakkal
ialah keyakinan hati bahwa semua urusan
itu ada di tangan Allooh dan genggaman-Nya. Tiada yang bisa
membahayakan dan tiada yang bisa memberi manfaat, tiada yang memberi dan tiada
yang menghalangi selain Allooh . Adapun
rasa tawakkal kepada Allooh termasuk maqom
termulia dari orang-orang yang yakin dan
buah keyakinan yang paling berharga. Sikap tawakkal
berasal dari kesempurnaan dan kekukuhan tauchid serta penguasaan tauchid dalam hati seseorang.
Keutamaan seseorang
yang tawakkal (berserah diri) kepada Allooh diantaranya akan diberikan kecukupan,
ditolong, dilindungi, serta diutamakan oleh Allooh
. Sebagaimana firman Allooh “ Barangsiapa bertawakkal kepada Allooh maka Allooh
akan mencukupinya … “ (QS. Ath Tholaq ayat 3).
Rosuulullooh SAW. bersabda yang kurang
lebih artinya “ Seandainya kalian semua
bertawakkal kepada Allooh dengan tawakkal
yang sebenarnya, niscaya Allooh memberi kalian
rizqi sebagaimana Allooh memberikan rizqi
kepada burung-burung yang pergi
dalam keadaan lapar lapar dan pulang dalam keadaan kenyang “
Adapun tanda-tanda orang yang tawakkal dengan
benar, sebagaimana ditulis oleh Habib Abdullooh bin Alwi Al Haddad dalam kitab
Risalatul Mu’awwanah, yaitu sebagai berikut:
1.
Ia tidak berharap, tidak pula
takut kecuali kepada Allooh . Hal ini
ditandai dengan keberaniannya menerangkan kebenaran terhadap orang yang
rata-rata berharap dan takut kepada Nya.
2.
Di dalam hatinya, tidak
terbersit rasa susah berkaitan dengan rizqi
, sepenuhnya mempercayakan diri terhadap jaminan Allooh .
3.
Hatinya tidak ragu-ragu dalam
muara ketakutan, karena ia tahu bahwa apa yang luput darinya tidak akan mengena
padanya. Dan apa yang mengena padanya tidak akan luput darinya
Cinta kepada Allooh
Cinta kepada Allooh adalah maqom paling mulia dan paling tinggi. Cinta
kepada Allooh artinya kecondongan dan kebergantungan serta
penuhanan yang dirasakan hamba dalam hatinya kepada Dzat Yang Maha Suci dan Maha Tinggi disertai penyyucian dan
pembersihan, dan puncak pengagungan serta rasa takut kepada Allooh tanpa dicampuri oleh
pikiran-pikiran penyerupaan maupun khayalan penggambaran bentuk. Mencintai Allooh merupakan keharusan bagi makhluk hingga Allooh menjadi lebih dicintai dari yang lain.
Sumber rasa cinta
adalah kenal, sedangkan buahnya adalah saling memahami. Tingkatan cinta yang
paling rendah adalah jika rasa cinta terhadap Allooh telah dapat menguasai
hati seseorang. Sedangkan tingkatan cinta yang paling tinggi adalah jika di
dalam hati seseorang sudah sama sekali tidak ada rasa cinta kepada selain Allooh , dan yang demikian ini langka
adanya.
Perlu diketahui
bahwa rasa cinta kepada Rosul-Rosul Allooh , para Nabi, malaikat, hamba Allooh yang sholich
dan segala sesuatu yang membantu taat kepada Allooh semuanya itu termasuk
mencintai Allooh .
Dari Ibnu Abbas RA, Rosuulullooh SAW. bersabda yang kurang lebih artinya “ Mencintailah kamu sekalian
kepada Allooh, karena Dia yang telah
memberikan makan kepada kamu sekalian dengan kenikmatanNya. Mencintailah kamu
sekalian kepada diriku sebab mencintai Allooh , dan mencintailah kamu sekalian
pada keluargaku karena mencintaiku “ (HR. Tirmidzi dan Al Hakim).
Adapun tanda-tanda
yang paling inti dari rasa cinta yang benar adalah kesempurnaan untuk mengikuti
Rosuulullooh baik mengenai ucapan,
perbuatan dan budi pekerti beliau.
Allooh berfirman “ Katakanlah (wahai Muchammad) ! Jika kamu benar-benar
mencintai Allooh ikutilah aku (Muchammad), niscaya Allooh akan mencintai dan
mengampuni dosa-dosamu. Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS. Ali Imron ayat 31).
Dengan demikian
seberapa besar ukuran kadar cinta seseorang kepada Allooh ditentukan oleh seberapa banyak
seseorang itu mengikuti kekasih Allooh .
Ridho kepada Allooh
Ridho kepada Allooh merupakan sifat yang
mulia dan merupakan buah rasa cinta kepada Allooh
. Sedangkan diantara sikap orang yang cinta kepada Allooh itu sendiri adalah
rela terhadap keputusan dari yang ia cintai (Allooh ) baik manis maupun pahit.
Imam Ghozali mengatakan
“ Ridho secara bathin adalah rela terhadap yang
dikehendaki Allooh , sedangkan secara lahir ialah menjalankan apa yang diridhoinya. Jika seorang hamba ingin
mengetahui seberapa ukuran ridho yang
ada pada dirinya, maka sebaiknya ia menyelidiki di saat ia menerima cobaan,
ketika datang
kepadanya kemiskinan dan disaat mengalami kesulitan yang sangat. dari situ ia
akan menemukan seberapa ukuran keridhoannya
atau tidak menemukannya”.
Dalam chadits Qudsi, Rosuulullooh SAW.
meriwayatkan dari Allooh seraya bersabda yang kurang lebih artinya “
Barangsiapa yang tidak rela dengan keputusanKu dan tidak bersabar dengan
ujianKu , maka sebaiknya ia mencari Tuhan selain Aku “ (HR.Riwayat Ibnu Chibban, Thobroni, Abu Dawud dan Ibnu Asakir).
Ridho kepada Allooh berarti ridho dengan keputusan-Nya. Apabila yang
diputuskan Allooh itu bertentangan dengan keinginannya, seperti
musibah dalam jiwa dan harta, ia harus ridho
dengan semua itu, merasa senang dan tidak jengkel kepada keputusan Allooh , tidak berkeluh kesah dan tidak pula menggerutu. Karena Allooh boleh melakukan dalam
kerajaan-Nya apa saja yang dikehendaki-Nya dan tidak boleh ada yang menentang
kekuasan-Nya.
Rosuulullooh bersabda yang kurang lebih artinya “ Beribadahlah kamu
kepada Allooh dengan rela, menerima apa adanya. Jika tidak
mampu, maka bersabarlah terhadap yang tidak menyenangkan karena terdapat banyak
kebajikan “.
WaAlloohu a’lam
bishshowab…..
Sumber: An-
Nashaichuddiniyyah wal washooya Al-Imaaniyah
Risaalatul Mu’awwanah
0 komentar:
Posting Komentar